shutbox


G
u
e
s
t


B
o
o
k
Mw Guest Book yg Seperti ini..??
Klik di Membuat Show Hide floating Guest Book

Senin, 05 April 2010

Sejarah Perkembangan Islam


A.Pendahuluan

Dewasa ini perkembangan pendidikan islam di dalam sejarah peradaban islam terdapat banyak kemajuan di semua aspek. Ini semua tidak lepas dari jasa-jasa ahli sejarah atau intelektual kita yang yang sudah memperbaiki sistem pendidikan, lain halnya pada masa kemunduran.

Keseluruhan perkembangan itu tidak dapat memberikan reaksi terhadap intelekualisme keagamaan. Sistem pendidikan menjadikan sedemikian Obyektif karena gerakan nasionalisme keagamaan kehilangan kekuatan dan kesatuan organisasinya. Suatu akibat penting interaksi antara islam dengan arus budaya luar khususnya Hell enisme dan Kritianisme Hellenis, merupakan letupan konflik yang mendadak mengenai masalh-masalah teologi (Ilmu Ketuhanan) dan etika teologi (Ilmu Agama), serta munculnya sejumlah besar Bid’ah dan aliran yang pertama dalam islam. Kenyataan dan perlawanan itu terjadi pada masa pemerintahan Bani Umayyah. Yang kemudian berakibat pada runtuhnya kekhalifaan Bani Umayyah dan menobatkan Bani Abbasiyah di Baghdad dengan bantuan orang Persia pada tahun 750 M. Akan tetapi masa kekhalifahan Abbasiyah banyak terjadi konflik-konflik internal yang menyebabkan pendidikan islam semakin tidak terarah.

Tampilnya daulah abbasiyah sebagai pemegang kekhalifahan yang megantingkan daulah unayyah , ternyata membawa keadaan baru dalam budaya islam,terutama dalam hal segi pendidikan. Dengan dipindahkannya ibu kota pemerintahan dari kota damaskus ke kota Baghdad merupakan awal dari perubahan yang terjadi pada dinasti bani abbasiyah.seiring dengan perjalanan waktu dan adanya pergantian khalifah dari suatu kholifah ke khalifah berikutnya , pendidikan islam mulai mengalami kemunduran.sebagaimana terlihat dalam periodesasi khalifah abbasiyah,masa kemunduran dimulai pada periode ke-2. Factor-faktor kemunduran itu tidak datang secara tiba-tiba akan tetapi benih-benihnya sudah ada terlihat pada periode pertama,hanya karena kholifah pada periode ini sangat kuat, benih-benih itu tidak sempat berkembang.

B.LATAR BELAKANG KEMUNDURAN PENDIDIKAN ISLAM

Setelah mengalami masa kejayaan, umat Islam mengalami masa kemunduran dalam berbagai bidang. Hal ini dimulai dengan runtuhnya kekuasaan Islam di Bagdad dan di Cordova.

Bagdad yang merupakan pusat kedaulatan Abbasiyah yang pertama kali dipimpin oleh Abu Abbas As Saffah, telah menguasai berbagai daerah yang ada dan memimpin daerah tersebut. Di bawah kekuasaan daulah Abbasiyah Islam mengalami kemajuan dalam berbagai bidang terutama dalam bidang pendidikan. Para pemimpin daulah Abbasiyah lebih memikirkan bidang pendidikan daripada daulah umayyah sebelumnya yang lebih focus pada bidang kemiliteran.

Daulah Abbasiyah sangat menonjol dalam bidang pendidikan pada masa kekhalifahan Al Makmun. Khalifah Al Makmun adalah seorang yang sangat mencintai ilmu pengetahuan diatas segalanya dan dia juga selalu memikirkan agama Islam dengan ilmu pengetahuan tersebut. Dia berusaha mengembangkan ilmu pengetahuan dan menerjemahkan buku-buku dari Yunani serta mengembangkan ilmu-ilmu dengan mendapatkan temuan baru. Filsafat Yunani yang bersifat rasional menjadikan Khalifah Al Makmun terpengaruh dan mengambil teologi Mu’tazilah menjadi teologi negara. Dalam masa itu, Islam menjadi Negara yang tak tertandingi dalam bidang pendidikan serta banyak memberikan sumbangan ilmu pengertahuan terhadap dunia.

Namun setelah silih bergantinya Khalifah, Islam mulai mengalami kemunduran terhadap bidang pendidikan. Hal ini juga berhubungan dengan keruntuhan daulah Abbasiyah sebagai suatu kedaulatan yang besar. Terjadinya jurang pemisah antara kekhalifahan dan komunitas keagamaan terutama dalam hal “ kemakhlukan Al Qur’an “ yang membuat terjadinya perselisihan antara beberapa kelompok. Kelompok yang satu mengatakan bahwa Al Qur’an itu adalah amkhluk yang diciptakan oleh Allah dan kelompok yang satu lagi menyatakan bahwa Al Qur’an merupakan Kalam Allah, bukan makhluk.

[1]

Hancurnya Islam pada masa daulah Abbasiyah dapat dikelompokkan menjadi 2 factor yaitu :

a.faktor internal :

  1. Adanya persaingan tidak sehat antara beberapa bangsa yang terhimpun dalam daulah Abbasiyah terutama Arab, Prsia dan Turki
  2. Adanya konflik aliran pemikiran dalam Islam yang sering menyebabkan timbulnya konflik berdarah
  3. Munculnya dinasti-dinasti kecil yang memerdekakan diri dari kekuasaan pusat di Bagdad. Dikarenakan lemahnya penerus khalifah selanjutnya maka banyak kerajaan-kerajaan kecil yang memberontak terhadap daulah Abbasiyah dan ingin membentuk dinasti sendiri.
  4. Kemerosotan ekonomi akibat kemunduran politik. Pada awalnya daulah Abbasiyah adalah suatu kerajaan yang kaya akan harta, tetapi dikarenakan penerus khalifah berikutnya terbiasa bermewah-mewah sehingga keuangan menjadi terbuang sia-sia tanpa digunakan untuk hal yang berguna.
  5. Luasnya wilayah kekuasaan. Untuk mengatur daerah kekuasaan yang luas ini, diperlukan rasa saling percaya antar penguasa dan bawahannya. Tapi pada masa-masa akhir daulah Abbasiyah, kepercayaan inilah yang hilang diantara mereka.
  6. Dominasi militer. Pada masa khalifah al Mu’tasim, banyak direkrut jajaran militer dari budak-budak Turki. Dan ada sebagian dari mereka yang diangkat menjadi gubernur untuk memimpin suatu daerah. Namun, pada kelanjutannya mereka secara perlahan mengendalikan pemerintahan. Ini juga disebabkan pengauasa daulah yang lemahdan tidak mampu melawan mereka, sehingga memberi mereka

Disamping itu juga terdapat,peningkatan ketergantungan kholifah pada tentara bayaran, dan hal ini lah yang membuat hubungan dengan perkembangan-perkembangan teknologi militer. Para khalifah mengetahui masalah ini akan tetapi mereka menganggap tidak mungkin ke tentara millisi yang terdiri dari warga kota.maka , menjadi penting bagi khalifah untuk memiliki tentara yang setia pada dirinyadan membayar mereka secara tetap.[2]

b.faktor eksternal :

  1. Perang salib yang terjadi dalam beberapa gelombang
  2. Hadirnya tentara mongaol dibawah pimpinan Hulagu Khan, yang menghancurkan daulah Abbasiyah dan membakar seluruh buku-buku ilmu pengetahuan yanga ada di Bagdad[3]

Sebab yang terakhir inilah yang menjadi puncak runtuhnya daulah Abbasiyah di Bagdad serta mundurnya bidang pendidikan lebih tampak nyata.

Sedangkan kemunduran di Cordova pada masa daulah Umayyah II. Daulah Umayyah II yang dipimpin pertama kali oleh Abdurrahman Ad Dakhil yang merupakan pelarian dari penguasa Abbasiyah. Puncak kekuasaan daulah Umayyah II terjadi pada masa pemerintahan Abdurrahman III dan Al Hkam. Kemajuan pada masa itu terlihat dalam berbagai bidang antara lain bidang pendidikan, ilmu pengetahuan dan intelektual. Di Cordova yang merupakan pusat daulah Umayyah II telah berdiri suatu universitas yang terpercaya dan mampu menandingi dua universitas besar lainnya, yaitu universitas Al Azhar di Kairo dan Nizamiyah di Bagdad. Universitas ini menarik banyak mahasiswa, baik mahasiswa kristen maupun mahasiswa dari negara Eropa lainya.

Dari berbagai permasalahn internal yang dihadapi daulah abbasiyah yang diiringi dengan serangan dari luar, mengakibatkan kehancuran-kehancuran yang bewrdampak pada terhentinya kegiatan pengambangan ilmu pengetahuan di dunia islam.sementara karya-karya pemikir islam berpindah tangan ke kaum Masehi,Mereka ini telah mengikuti jejak kaum muslimin menggunakan hasil buah pikiran yang cenderung mereka capai dari pikiran islam.

C. PENYEBAB KEMUNDURAN ISLAM

Awal kemunduran islam terbukti dengan jatuhnya Baghdad di timur (tahun 1258 H) dan Cardova di barat (tahun 1236 H). Hal ini dikonotasikan dengan kemunduran pendidikan yang ditandai dengan mundurnya intelektual pada masa itu. Akan tetapi tidak hanya kemunduran, kemajuanpun juga terjadi seperti kemajuan di bidang kemiliteran pada masa kekuasaan Turki Usman. Semua ini merupakan analisa dari seorang tokoh yang bernama “Lebon”. Dia mengatakan bahwa anggapan semua orang Arab tentang kegemaran mereka dalam hal berperang dan bermusuhan itu merupakan faktor untuk mencari keberhasilan, akan tetapi faktor tersebut justru menjadi boomerang bagi bangsa Arab sendiri yang pada akhirnya bangsa Arab tarpecah belah dan saling bermusuhan.

Disinyalir oleh Fazlur Rahman, bahwa umat islam akhir-akhir ini dengan nyata menunjukkan kekurangmampuan dirinya untuk memenuhi tuntutan dunia modern. Mereka yang memahami tradisi namun tidak memiliki pemahaman yang mendalam tentang situasi dan kondisi dunia mutakhir itu. Di lain pihak mereka yang memahami dunia modern lebih mendalam, hampir-hampir tidak memiliki pengetahuan tentang perkembangan tradisi dan sejarah tradisional tersebut. Uapay untuk mengubah situasi yang sama sekali tidak diinginkan dan dapat membahayakan ini diperlukan pembaharuan pendidikan dalam dunia muslim.

Factor lain yang sering disebut bertanggung jawab atas kemunduran intelektual adalah ajaran teologi Asy’ari dan tasawuf al-Ghazaliy yang mengajarkan tawakkal dan fatalisme. Aliran Asy’ariy berlainan dengan aliran Mu’tazilah dan aliran Maturidiyah Samarkand, memberi kedudukan lemah pada akal. Aliran Asy’ariy dikembangkan oleh Madrasah al-Nizamiyyah yang salah satu guru besarnya adalah al-Ghazaliy. Sebagaimana diketahui al-Ghazaliy mempunyai tulisan-tilisan yang mengenai tasawuf. Diantaranya adalah Ihya’ Ulum al-addin yang besar pengaruhnya di dunia islam.

Dalam masalah ini Harun Nasution memisahkan kritik Al-Ghazali yang tertuang dalam bukunya Thaful al-Falasifah dari ajaran tasawufnya sehingga factor yang bertanggung jawab hanya ditimpahkan kepada ajaran tasawufnya. Harun Nasution juga menyebutkan bahwa kemunduran tidak terjadi di semua kalangan umat islam, melainkan hanya pada kalangan umat islam Sunni, tidak pada kalangan Syi’i. walaupun perkembangan umat islam Syi’i tidak banyak diketahui.

Memang tasawuf Al-Ghazaliy mempunyai pengaruh besar di kalangan umat islam, terutama kalangan awam. Tetapi bagi kalangan terpelajar tidak mungkin tertutup pintu pengembangan intelektualnya walaupun dengan mengakui keterbatasannya. Seperti yang disebut oleh Syed Ali Ashraf, seandainya pengaruh Al-Ghazaliy sedemikian buruknya, bagaimana mungkindunia islam melahirkan seorang pemikir (di kalangan muslim Sunni) setarap Ibnu Khaldun ±200 tahun setelah Al-Ghazaliy.

Dengan demikian baik yang dikemukakan oleh Lebon Maupin yang dikemukakan oleh Harun Nasution, belum memuaskan untuk menunjuk latar balakang kemunduran intelektual pada periode ini. Di samping factor yang sudah jelas berupa pembumihangusan kota Baghdad dan Cordova berikut banyak tokoh intelektualdan perpustakaan yang menyimpan banyak referensi penting dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan di mana menyebabkan kelesuhan budaya. Ada suatu factor yang diperhitungkan, factor tersebut adalah dominasi unsure Turki di dunia Islam yang cukup lama. Bukan karena bangsa Turki tidak memiliki potensi-potensi intelektual, selain mereka merupakan basis umat islam yang besar, juga karena keterputusan rangkaian kegiatan intelektual berlanjut terus di masa-masa mereka berkuasa akibat dari kebutaan mereka terhadap bahasa Arab yang merupakan bahasa ilmiah dan menjadi kunci kemajuan intelektual. Sementara itu penguasa Turki Usmani menjadikan kota Kostantin (sekarang bernama Istanbul) menjadi pusat pemerintahan juga merupakan suatu negeri yang jauh dari pusat-pusat peradaban Islam. Selain itu Abd al-Mun’im Maguid menambahkan factor-faktor yang lain seperti kelemahan politis dan kemajuan barat terutama dalam hal percetakan buku.

Tidak mengherankan bahwa pada masa itu perhatian penguasa Turki Usmani tertuju pada pengembangan penguasa militer dengan teknik perang yang demikian maju. Dan sebagai bukti bahwa mereka telah sampai ke Benteng Wina tahun 1683, walaupun akhirnya penjajahan itu dikandaskan oleh orang Eropa. Kegagalan di Benteng Wina merupakan awal arus balik pengaruh peradaban menjadi dari Eropa ke dunia Timur Islam. Hal itu terjadi karena pada masa tersebut memang cahaya kebangkitan Eropa sudah mulai terbit berkat hubungan-hubungan Timur-Barat. Karena itu kemunduran yang sesungguhnya dalam segala aspek kehidupan adalah sejak dunia Islam jatuh ke bawah dominasi dan cengkraman Eropa selama kurang lebih dua abad (abad ke-16 sampai ke-17). Pada masa ini perkembangan intektual terhenti hingga kawasan pemikiran Islam kembali terbatas pada ilmu-ilmu naqliyah serta mulai bercampur dengan hal bid’ah dan khurafat.

D. PROFIL PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA KEMUNDURAN

Pada awal pemukuran islam terlihat dua pola yang saling berlomba mengembangkan diri dan mempunyai pengaruh besar dalam pengembangan pola pendidikan umat islam. Dari pola pemikiran yang bersifat tradisional yang mendasarkan diri pada wahyu yang kemudian berkembang menjadi pola pemikir Sufistikdan mengembangkan pola pendidikan Sufi. Pola pendidikan ini sangat memperhatikan pada aspek-aspek batiniyah dan akhlak atau budi pekerti manusia. Sedangkan dari pola pemikiran yang rasional, yang mementingkan akal pikiran menimbulkan pola pendidikan empiris rasional. Pola pendidikan bentuk bentuk kedua ini sangat memperhatikan intelektual dan penguasa material.

Pada masa jayanya pendidikan islam kedua, pola pendidikan tersebut menghiasi dunia islam. Setelah pola pemikiran rasional diambil alih pengembangannya oleh dunia barat (Eropa) dan dunia islampun meninggalkan pola berpikir tersebut. Karena dalam dunia islam tinggal pola pemikiran sufistis yang sifatnya memang sangat memperhatikan kehidupan batin, sehingga mengabaikan perkembangan material. Pola pendidikan yang dikembangkanny pun tidak lagi menghasilkan perkembangan budaya islam yang bersifat material. Dari aspek inilah dikatakan pendidikan dan kebudayaan islam mengalami kemunduran, atau setidak-tidaknya dapat dikatakan pendidikan islam mengalami kemandengan.

M.M. Sharif dalam bukunya Muslim Thought mengungkapkan gejala kemunduran pendidikan dan kebudayaan islam tersebut sebagai berikut : “….telah kita saksikan bahwa pikiran islam telah melaksanakan satu kemajuan yang hebat dalam jangka waktu yang terletak diantara abad ke VIII dan abad ke XIII M…kemudian kita memperhatikan hasil-hasil yang diberikan kaum muslimin kepada Eropa, sebagai satu perbekalan yang matang untuk menjadi dasar pokok dalam mengadakan pembangkitan Eropa (renaissance)”.

[4]

Menurut M.M. Sharif diantar melemahnya polapikiran islam antara lain sebagai berikut :

1. Telah berkelebihan filsafat islam (yang bercorak sufistis) yang dimasukkan oleh al-Ghazaliy dalam alam islam di Timur, dan berkelebihan pula Ibnu Rusyd dalam memasukkan filsafat islamnya (yang bercorak rasionalistis) ke dunia islam di Barat. Al-Ghazaliy dengan filsafat islamnya menuju ke arah bidang rohaniyah hinga menghilang ia ke dalam mega alam tasawwuf . Sedangkan Ibnu Rusyd dengan filsafatnya menuju kea rah yang bertentangan dewngan al-Ghazaliy, yaitu menuju jurang materealisme.

Al-Ghazaliy mendapat sukses di Tinur hingga pendapat-[endapatnya merupakan satu aliran. Dan Ibnu Rusyd mendapat sukses di Barat hingga pikiran-pikirannya menjadi pimpinan yang penting bagi alam pikiran Barat.

2. Umat islam terutama para pemerintahannya (khalifah, sultan, amir) melailaikan ilmu ilmu pengetahuan dan kebudayaan dan tidak memberi kesempatan untuk berkembang. Kalau pada mulanya para pejabat pemerintahan sangat memperhatikan perkembangan ilmu pengetahuan, dengan memberikan penghargaan yang tinggi kepada para ilmuan. Maka pada masa penurunan dan melemahnya kehidupan umat islam ini para ilmuan umumnya terlibat dalam urusan-urusan pemerintahan, sehingga melupakan perkembangan ilmu pengetahuan.

3. terjadinya pemberontakan-pemberontakan yang dibarebgi dengan serangan dari luar, sehingga menimbulkan kehancuran-kehancuran yang mengakibatkan berhentinya kegiatan pengembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan di dunia islam. Sementara pemikiran islam berpindah tangan ke tengah kaum Masehi, yang mereka telah mengikuti jejak kaum muslimin yang menggunakan hasil buah pikiran yang mereka capai dari pikiran islam itu

.

Kehancuran dibidang pendidikan berdampak semakin tertinggalnya pendidikan intelektual , maka semakin statis kebudayaan islam karena daya intelektual generasi penerus tidak mampu mengadakan kreasi –kreasi budaya baru, bahkan ketidakmampuannya untuk mengatasi persoalan-persoalan baru baru yang dihadapi sebagai akibat perubahan dan perkembangan zaman. Ketidak mampuan itu merealisasi dalam pernyataan bahwa pintu ijtihad telah tertutup.

Dengan semakin ditinggalkannya pendidikan intelektual, maka semakin statis perkembangankebudayaan islam. Karena daya intelektual generasi penerus tidak mampu mengadakan kreasi-kreasi budaya baru, bahkan tidak mampu menghadapi perubahan dan perkembangan zaman. Ketidakmampuan intelektual tersebut, merealisasi dalam pernyataan bahwa pintu ijtihat telah tertutup. Sehingga terjadilah kebekuan intelektual secara total.

Dalam hal ini Fazlur Rahman, dalam bukunya “Islam” menjelaskan tentang gejala-gejala kemunduran intelektual islam ini sebagai berikut :

“Penutupan pintu ijtihat selama abad ke-4 H/10 M telah membawa kepada kemacetan umum dalam ilmu hikum dan ilmu intelektual, yakni teologi dan pemikiran keagamaan sangat mengalami kemunduran dan menjadi miskin karena pengucilan mereka yang disengaja dari intelektualisme sekuler dan karena kemunduran yang disebut terakhir ini, khususnya filsafat. Dan juga pengucilan dari bentuk-bentuk pelikiran keagamaan seperti yang dibawa oleh sufisme”.

Kehancuran total yang dialami oleh kota Baghdad dan Granada sebagai pusat-pusat pendidikan dan kebudayaan islam, menandai runtuhnya sendi-sendi pendidikan dan kebudayaan islam. Musnahnya lembaga-lembaga pendidikan dan semua buku-buku ilmu pengetahuan dari kedua pusat pendidikan di bagian Timur dan Barat dunia islam tersebut, menyebabkan pula kemunduran pendidikan di seluruh dunia islam, terutama dalam bidang intelektual dan material. Tetapi demikian halnya dalam bidang kehidupan batin dan spiritual.

Kemunduran dan kemrosotan mutu pendidikan dan pengajar pada masa ini nampak jelas karena sangat sedikitnya kurikulum dan mata pelajaran pada umumnya di Madrasah-madrasah yang ada. Ditanbah dengan sedikitnya gramatika dan bahasa sebagai alat yang diperlukan. Ilmu-ilmu keagamaan yang murni tinggal dari : Tafsir Al-qur’an, Hadist, Fiqih (termasuk ushul fiqih dan prinsip-prinsip hukum) dan ilmu kalam atau teologi islam. Bahkan di madrasah-madrasah tertentu ilmu kalampun dicurigai. Namun madrasah-madrasah yang diurus oleh Sufi yang memang tersebar luas di Negara-negara islam pada masa itu ditambah dengan pendidikan Sufi.

Materi pelajarannya sangat sederhana, bahkan buku-buku yang tingkatannya tinggi sekalipun sangat sedikit. Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan studipun sangat singkat. Akibat lanjutannya adalah kekurang dalamnya materi pelajaran yang mereka terima. Sehingga kemrosotan dan kemunduran ilmu pengetahuan para pelajarannyapun dapat dibayangkan. Hal tersebut dikarenakan sistem pengajaran pada masa itu sangat berorientasi pada buku-buku pelajaran itu sendiri. Oleh karena itu yang terjadi, pelajaran hanya memberikan komentar-komrntar atau saran-saran terhadap buku-buku pelajaran yang dijadikan pegangan oleh guru / pengajar.

. Keadaan semacam itu terjadi selam masa kemunduran kebudayaan dan pendidikan islam, sampai dengan abad ke-12 H / 18 M. Barulah pada pertengahan abad ini timbul usaha-usaha untuk mengadakan pemurnian kembali ajaran-ajaran islam.

D. ULAMA’-ULAMA’ PADA MASA KEMUNDURAN

Para sufi yang telah mengembangkan kembali kepada Tuhan (bukan hanya sekedar dalam hidup yang fatalistic) dalam arti yang sebenarnya yakni bersatu denagn Tuhan.

Di masa ini dijelaskan bahwa Al-Ghazaliy dan Ibnu Rusyd adalah sebagian contoh sufi yang mempunyai pengaruh besar terhadap kemunduran islam pada masa itu. Dikarenakan perbedaan pendapat yang berlawanan antara kedua sufi tersebut mengakibatkan kebekuan intelektual dalam kehidupan kaum muslimin pada masa itu.

Keadaan semacam ini berlangsung selama masa kemunduran kebudayaan dan pendidikan islam,sampai dengan abad ke12/18M. Baru pada abad pertengahan abad ke 12 H/18 M, Tersebut timbul disana –sini usaha untuk mengadakan pemurnian kembali ajara-ajaran islam, sebagai yang Nampak jazirah arab oleh Muhammad ibnu abd al wahab

[5]



[1] Ibid. hlm. 607-608

[2] Ira.M lapidus,sejarah social uamat islam.jakarta:PT:Grafindo persada 1999,hal.204

[3] “Harun Nasution dan Filsafat”

[4] L. Stoddat, Dunia Baru Isalm.

Terjemah H. M. Muljadi Djojomartono

(Jakarta : t.p. 1966)

[5] “Harun Nasution dan Filsafat”

Al-Ghazaliy dan Filsafat

(Jakarta : Badan Kerja Sama Perguruan Tinggi Islam Swasta se-Jakarta,1985)

DAFTAR PUSTAKA

Mizar samsul.sejarah pendidikan islam.2008.Jakarta:Kencana Prenada M,edia group

Rahman fazlur.islam.1992.jakarta:bumi akasara

Bawani imam.cendekiawan dalam prespektif islam.1992.surabaya:PT.Bina Ilmu

Zuhairaini.sejarah pendidikan islam.1985.Jakarta:Bumi aksara

Putra daulay haidar.sejarah pendidikan islam dalam system pendidikan nasional di Indonesia.2004.Jakarta:Prenada media

Tidak ada komentar: