shutbox


G
u
e
s
t


B
o
o
k
Mw Guest Book yg Seperti ini..??
Klik di Membuat Show Hide floating Guest Book

Rabu, 07 April 2010

Belajar Buat Opini

Anda mau pintar menulis tapi tidak tahu caranya? Bagaimana cara menulis opini? Ini adalah pertanyaan standar bagi kebanyakan orang yang berminat untuk menekuni dunia kepenulisan saat ini. Di masa-masa awal belajar menulis, sebagian besar kendala terjadi pada “bagaimana cara” memulai untuk menulis. Jika problem mendasar ini sudah dapat terlewati, maka Insya Allah langkah-langkah selanjutnya akan relatif lebih mudah.

Hal ini yang mendasari SINOVIA mengundang saya hari ini untuk membagi pengetahuan dan pengalaman dalam dunia kepenulisan. SINOVIA adalah lembaga pers mahasiswa kedokteran universitas hasanuddin yang sudah berdiri sejak lama dan tetap eksis hingga saat ini. Kegiatan yang digelar bertajuk “Upgrading Skill of Jurnalistic (USC)” dan dilaksanakan di gedung Student Center Fakultas Kedokteran Unhas. Panitia meminta saya membawakan materi “Menulis Essay dan Opini“. Lumayanlah buat menyegarkan kembali ingatan dan sekelumit pengalaman dengan bidang yang satu ini.

Nah, di postingan ini saya akan mempublikasikan beberapa poin penting yang berhubungan dengan bagaimana menulis essay dan opini. Mudah-mudahan bisa memberikan manfaat untuk kita semua.

Teknik Menulis Opini
Opini adalah Karya tulis yang disusun untuk mengungkapkan PENDAPAT seorang penulis atas suatu FAKTA/DATA/ PENDAPAT orang lain berdasarkan rangkaian LOGIKA tersendiri. Logika opini terletak pada struktur tulisan.

STRUKTUR ARTIKEL
• Judul
• Alinea Pembuka (Lead)
• Alinea Penjelas (Batang Tubuh
• Alinea Penutup (Ending)

TEKNIK MENULIS
• Pilih Tema – bisa juga ditentukan belakangan
• Tentukan Judul
• Susun Alinea Pertama
• Uraikan Tema dalam beberapa Alinea Penjelas (tergantung panjang-pendek tulisan; ilmiah atau popular)
• Perhatikan Format/Gaya Penulisan
• Eksploitasi Data/Referensi Penting – jadi DRAFT AWAL
• Simpulkan Pendapat dalam Alinea Penutup Awal artikel (judul bisa ditentukan saat ini)
• Edit Ulang Draf Awal
• Langsung dikirimkan ke media massa, atau
• Draf Final artikel dimintakan pendapat kawan sebagai proof reader

LANGKAH-LANGKAH PENTING DALAM MENULIS OPINI
Memilih Tema
1. Eksplorasi gagasan seluas mungkin banyak membaca, mendengar, berdiskusi
2. Pilih tema yang relevan dengan minat/ bidang kompetensi; sedang hangat
3. Pilih tema yang aktual jadi perbincangan publik
4. Tentukan sikap atas tema/masalah yang pro atau kontra?

Menentukan Judul
1. Judul mewakili tema yang akan dibahas atau pendapat yang akan diajukan
2. Singkat (3 – 5 kata) dan padat (sarat makna)
3. Menarik dan menggugah orang untuk membaca tulisan secara keseluruhan
4. Gunakan istilah/idiom populer

Menyusun Alinea Pertama (Lead)
1. Satu alinea biasa mengandung satu pokok pikiran
2. Uraikan inti masalah dengan singkat (3-5 kalimat)
3. Alinea pertama mengandung pokok pikiran UTAMA atau tesis yang akan dipertahankan
4. Sifatnya, apakah menanggapi opini orang lain atau mengajukan opini tersendiri
5. Pilihan bentuk alinea bervariasi

Menyusun Aline Penjelas (Batang Tubuh)
1. Uraikan pokok pikiran utama (main idea) menjadi beberapa pokok pikiran penunjang/ turunan
2. Setiap pokok pikiran itu disusun dalam alinea tersendiri
3. Hubungkan satu alinea dengan alinea selanjutnya dengan jembatan pikiran (bridging) yang kuat
4. Hubungan antar alinea bisa bersifat: – kronologis (waktu) – spasiologis (ruang) – kausalitas (sebab-akibat)

Mengolah Gaya Kepenulisan
Ada tiga gaya utama:
1. Deskripsi, memberikan fakta apa adanya secara detail
2. Narasi, menguraikan fakta secara kronologis/ spasiologis
3. Argumentasi, menjelaskan fakta dan sebab-akibat yang melatarinya

Kembangkan gaya yang cocok dengan karakter penulis atau tema yang dibahas
Setiap gaya memiliki efek yang berbeda kepada pembaca

Exploitasi Data dan Rujukan
1. Data penting untuk memperkuat tesis yang diajukan
2. Referensi penting untuk menunjukkan bahwa semua pendapat yang sama/ berbeda sudah dipertimbangkan
3. Kutipan data/referensi dalam format sederhana, karena panjang artikel terbatas

Menyimpulkan Pendapat dalam Alinea Penutup
1. Simpulkan uraian yang terdapat dalam Alinea Penjelas dalam alinea penutup
2. Konfirmasi Alinea Penutup/Simpulan dengan Alinea Pertama/Pendapat Awal yang telah diajukan
3. Gunakan kalimat yang menggugah, bukan memaksakan kehendak
4. Buka kesempatan orang lain untuk berbeda pendapat, bukan merasa benar sendiri

Mengedit Tulisan
1. Selesaikan Draf Awal tulisan, apapun bentuknya, jangan ditunda-tunda
2. Endapkan tulisan awal selama beberapa waktu, lalu cari inspirasi/kesibukan, namun tetap perhatikan deadline/batas tenggat
3. Tinjau ulang Draf Awal dan periksa dari segi substansi, struktur argumentai atau gaya penulisannya
4. Lakukan koreksi mulai dari yang mudah: standar bahasa, validitas data/referensi hingga yang sulit keandalan argumentasi

Menyebarkan Tulisan
1. Kirimkan Draf tulisan kepada sejumlah kawan atau mentor minta koreksi (yang memahami standar penulisan yang baik dan penilaian)
2. Perbaikan Draf tulisan berdasarkan masukan dari semua pihak jadilah DRAF FINAL dan juga pembacaan ulang sendiri
3. Kirimkan artikel ke media massa yang sesuai dan minta alasan/komentar, jika artikel tak dimuat
4. Jaga hubungan baik dengan Editor Opini di sejumlah media, sehingga tahu kebutuhan artikel macam apa yang bisa diakomodasi media
5. Simpan artikel yang SUDAH dimuat atau yang BELUM dimuat di media, jadikan khazanah pemikiran pribadi

Pancasila,UUD'45,Batang Tubuh

BAB I

PENDAHULUAN

A. latar Belakang

Ketika sebuah negara berdiri sudah pasti negara tersebut memiliki atau merumuskan aturan-aturan hukum. Yang mana dengan aturan-aturan ini dapat mengikat berbagai elemen baik itu pemerintah, lembaga-lembaga kenegaraan dan masyarakat yang kita sebut dengan Undang-Undang. Begitu juga Indonesia yang telah memproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945, telah memiliki undang-undang yang tercantum didalamnya pancasila yang menjadi norma dasar hukum nasional.

Dengan begitu undang-undang dasar yang dimiliki Indonesia merupakan sebuah pijakan dan landasan struktural dalam penyelenggaraan pemerintahan negara, yang berisikan aturan-aturan atau ketentuan pokok dan dasar ketatanegaraan yang menjadi rujukan dan acuan pola hidup masyarakat.

Sebagai dasar negara, undang undang dasar 1945 memiliki prinsip-prinsip yang bersifat kekal dan luhur akan menjamin suatu sistem atau bentuk negara serta cara penyelenggaraannya beserta hak-hak dan kewajiban rakyatnya. Oleh karena itu undang undang harus diberikan tempat yang tinggi di antara peraturan perundang-undang yang lain dengan konsekuensi tidak adanya tindakan ataupun keputusan yang bertentangan dengan undang undang dasar.[1]

Ketika lapisan masyarakat dan lembaga kenegaraan dan pemerintahan daerah menjadikan undang-undang dasar 1945 sebagai landasan struktural kenegaraan dan kehidupan mereka, maka keseimbangan pelaksanaan semua aturan dan kebijakan akan terlaksana dengan baik.

Indonesia sebagai negara yang berbentuk Republik memberikan undang undang dasar 1945 tempat yang tertinggi di dalam peraturan perundang-undangan lainnya karena undang-undang dasar 1945 memiliki sifat yang luhur.[2]

B. Rumusan Masalah

1) Apakah pengertian ,kedudukan, dan fungsi UUD 1945 ?

2) Apakah makna yang terkandung dalam pembukaan UUD 1945?

3) Bagaimana hubungan antara UUD 1945 dengan Proklamasi kemerdekaan?

C. Tujuan Penulisan

1) Menjelaskan pengertian , kedudukan, dan fungsi UUD 1945.

2) Menguraikan makna yang terkandung dalam pembukaan UUD 1945.

3) Menjelaskan hubungan antara UUD 1945 dengan Proklamasi kemerdekaan.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian, Kedudukan, dan Fungsi UUD 1945

v Pengertian UUD 1945

Secara etimologi UUD merupakan terjemahan bahasa Belanda yakni Grondwet (Grond artinya dasar dan wet artinya undang-undang), UUD adalah hukum dasar yang tertulis. Makna tertulis adalah di kodifikasi. Kodifikasi dapat diartikan penulisan secara lengkap, bulat, dan tuntas.

Menurut faham modern pengertian UUD sering disamakan dengan konstitusi. Penyamaan istilah konstitusi dengan UUD sebagai akibat pengaruh faham kodifikasi yang menghendaki agar semua peraturan hukum ditulis demi mencapai kesatuan , kesederhanaan, dan kepastian hukum. Disamping ada yang menyamakan, ada pula yang membedakan antara konstitusi dengan UUD seperti yang diungkapkan Herman Heller, menurutnya pengertian konstitusi meliputi :

1) Konstitusi adalah mencerminkan kehidupan Politik di dalam masyarakat sebagai suatu kenyataan.

2) Konstitusi merupakan satu kesatuan kaedah yang hidup dalam masyarakat.

3) Konstitusi yang ditulis dalam suatu naskah sebagai undang-undang yang tertinggi yang berlaku dalam suatu negara.[3]

Dari pandangan Herman Hellen dapat disimpulkan bahwa konstitusi memiliki arti lebih luas daripada UUD, karena UUD itu hanya sebagian dari arti konstitusi.

Sedangkan yang dimakud dengan UUD 1945 adalah hukum dasar yang tertulis, yang mempunyai arti bahwa UUD 1945 mengikat pemerintah, setiap lembaga negara, lembaga masyarakat, dan seluruh warga negara Indonesia di manapun mereka berada dan setiap pendudukan yang berdomisili di wilayah negara Republik Indonesia. Sebagai hukum, UUD 1945 berisi norma, aturan, dan ketentuan yang dilaksanakan dan dita’ati.

Ketika kita lihat poin-poin susunan dari undang-undang dasar 1956, maka kita dapat mengetahui bahwa maksud dari Undang Undang Dasar 1945 adalah keseluruhan naskah yang terdiri atas:

I. Pembukaan yang terdiri atas 4 alinea

II. Batang Tubuh terdiri atas 16 bab, 4 pasal aturan peralihan dan 2 ayat aturan tambahan

III. Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 yang terbagi dalam penjelasan umum dan penjelasan pasal demi pasal.[4]

Tiga hal di atas yang terdiri Pembukaan, Batang Tubuh yang memuat pasal-pasal, dan Penjelasan UUD 1945 merupakan satu kesatuan yang utuh yang merupakan bagian-bagian yang satu sama lainnya tidak dapat dipisahkan. Naskah resmi telah dimuat dan disiarkan dalam Berita Republik Indonesia Tahun II No. 7 yang terbit pada tanggal 15 februari 1946. suatu penerbitan resmi pemerintah RI. UUD 1945 juga telah ditetapkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang dimuat berlaku pada tanggal 18 Agustus 1945.

v Kedudukan dan Fungsi UUD 1945

UUD bukanlah hukum biasa, melainkan hukum dasar. Sebagai hukum dasar ia merupakan sumbar hukum.Setiap produk hukum haruslah berlandaskan dan bersumber pada peraturan yang lebih tinggi dan dapat dipertanggungjawabkan ketentuan UUD. Dalam kedudukan demikian, UUD dalam kerangka tata urutan norma hukum yang berlaku, merupakan hukum yang menempati kedudukan tertinggi. Dalam hubungan ini UUD memiliki fungsi sebagai alat kontrol apakah norma hukum yang lebih rendah sesuai atau tidak dengan ketentuan UUD termasuk UUD 1945.

Berkenaan dengan ini marilah kita lihat tata urutan perundangan Republik Indonesia menurut UU No 10 th 2004 sebagai berikut :

-) UUD 1945

-) UU/Perpu

-) Peraturan Pemerintah

-) Peraturan Presiden

-) Peraturan daerah (Perda).[5]

Pada tata urutan tersebut UUD 1945 menempati kedudukan tertinggi dan yang terendah adalah peraturan daerah. Peraturan daerah sebagai peraturan yang terndah materinya tidak boleh bertentangan dengan materi diatasnya yakni peratura Presiden demikian seterusnya.

B. Makna Pembukaan UUD 1945

v Makna Pembukaan UUD 1945 bagi perjuangan Bangsa.

Pembukaan UUD 1945 merupakan motivasi dan aspirasi perjuangan serta tekad bangsa indonesia untuk mencapai tujuan nasional. Pembukaan mengandung pokok pikiran yang merupakan cita hukum dan cita moral yang ingin ditegakkan dalam lingkungan nasional maupun dalam pergaulan dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Pembukaan UUD 1945 bila dicermati, dirumuskan sangat padat dan hikmat mengandung makna yang sangat dalam dan mempunyai nilai-nilai yang Universal dan lestari. Nilai yang Universal artinya nilai yang dijunjung tinggi oleh bangsa-bangsa beradab diseluruh muka bumi sedang lestari karena mampu menampung dinamika masyarakat dan akan tetap menjadi landasan perjuangan bangsa dan Negara selama bangsa Indonesia lelap setia pada proklamasi 17Agustus 1945.

v Makna Pembukaan UUD 1945 ditinjau dari Pokok-Pokok Pikirannya

Seperti telah kita ketahui dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat yang mempunyai hubungan organis dan kausal dengan Batang Tubuh Undang-undang dasar 1945. ini dapat dipahami, sebab Pembukaan Undang-Undang Dasar 1545 mengandung pokok-pokok pikiran yang dijelmakan dalam pasal-pasalnya.

Ada empat pokok pikiran yang mcmpunyai makna yang sangat dalam yaitu sebagai berikut :

I. "Negara” begitu bunyinya-melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dengan berdasar atas persatuan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Dalam pembukaan ini diterima aliran pengertian negara persatuan, negara yang melindungi dan meliputi segenap bangsa seluruhnya. Inilah suatu dasar negara yang tidak boleh dilupakan.

Rumusan ini menunjukkan bahwa bangsa Indonesia adalah satu, tidak dapat dipecah-pecah. Meskipun setiap suku bangsa Indonesia mempunyai corak masing-masing, keseluruhannya secara garis besar dan dalam pokok dasarnya mengandung persamaan. Dengan demikian, negara Indonesia yang didirikan atas dasar aliran pengertian persatuan Indonesia itu mengatasi segala paharn perorangan. Negara Indonesia yang didirikan sesuai dengan keistimewaan sifat dan corak masyarakatnya menghendaki negara yang bersatu dengan seluruh rakyatnya. karena Indonesia merupakan masyarakat yang integral, merupakan masyarakat yang organis, yang diliputi semangat satu bangsa, semangal gotong-royong dan usaha bersama" .

2. Pokok pikiran kedua : "Negara hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat”.

Pokok pikiran keadilan sosial ini menegaskan bahwa setiap manusia Indonesia berhak sama untuk menikmati keadilan sosial dan mempunyai kewajiban yang sama untuk mewujudkan keadilan sosial.

3 . Pokok pikiran ketiga : negara yang berkedaulalan rakyat berdasar atas kerakyatan dan permusyawaratan penwakilan, oleh karena itu sistem negara yang berbentuk dalam Undang-Undang Dasar harus berdasar atas kedaulatan rakyat dan berdasarkan permusyawaralan/perwakilan. memang aliran ini sesuai dengan sifat masyarakat Indonesia".

Pokok pikiran yang ketiga ini menunjukkan bahwa pemilik kedaulatan adalah rakyat Indonesia, kedaulatan rakyat ini dilaksanakan berdasarkan kerakyatan atau demokrasi yang dipimpin oleh hikmal kebijaksanaan dalam permusyawaratan,

4. Pokok pikiran keempat: Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab”. Oleh karena itu Undang-Undang Dasar harus mengandung isi yang mewajibkan pemerintah dan lain-lain para penyelenggara negara untuk memelihara budi pekcrti kemanusiaan yang luhur dan memegang teguh cita-cila moral rakyat yang luhur".

Apabila kita perhatikan keempat pokok pikiran diatas, maka tampaklah bahwa empat Pokok Pikiran itu adalah Pancasila itu sendiri.[6]

C. Hubungan antara Proklamasi dan UUD 1945

Proklamasi kemerdekaan mempunyai hubungan yang erat, tidak dapat dipisahkan dan merupakan satu kesatuan dengan Undang-Undang Dasar 1945 terutama bagian Pembukaan UUD 1945. Proklamasi kemerdekaan dengan Pembukaan UUD 1945 merupakan suatu kesatuan yang bulat. Apa yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 merupakan suatu amanat yang luhur dan suci dari Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945.

Makna Proklamasi Kemerdekaan yaitu pernyataan bangsa Indonesia kepada diri sendiri maupun kepada dunia luar bahwa bangsa Indonesia telah merdeka, dan tindakantindakan yang segera harus dilaksanakan berkaitan dengan pernyataan kemerdekaan itu, telah dirinci dan mendapat pertanggungjawaban dalam Pembukaan UUD 1945. Hal ini dapat dilihat pada: 1) Bagian pertama (alinea pertama) Proklamasi Kemerdekaan (“Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia”) mendapat penegasan dan penjelasan pada alinea pertama sampai dengan alinea ketiga Pembukaan UUD 1945. 2) Bagian kedua (alinea kedua) Proklamasi Kemerdekaan (“Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lainlain diselenggarakan dengan cara seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya”) yang merupakan amanat tindakan yang segera harus dilaksanakan yaitu pembentukan negara Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan termuat dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat. Pembukaan UUD 1945 dengan Batang Tubuh UUD 1945 merupakan bagian yang tidak terpisahkan. Apa yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 telah dijabarkan kedalam pasal-pasal yang ada dalam Batang Tubuh UUD 1945. Pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 dijelmakan dalam pasal-pasal Undang-Undang Dasar 1945.

Oleh karena itu dapat pula disimpulkan bahwa Pembukaan UUD 1945 mempunyai fungsi atau hubungan langsung dengan pasal-pasal Undang-Undang Dasar 1945. Meskipun Pembukaan UUD 1945 mempunyai hubungan yang tidak dapat dipisahkan dengan Batang Tubuh UUD 1945, namun antara keduanya mempunyai kedudukan yang terpisah. Hal ini dikarenakan bahwa Pembukaan UUD 1945 merupakan pokok kaidah Negara yang mendasar (staatsfundamentalnorm) yang tidak dapat dirubah oleh siapapun kecuali oleh pembentuk Negara.

Untuk dapat dikatakan sebagai Pokok Kaidah Negara yang mendasar (Staatsfundamentanorm) harus memiliki unsur-unsur mutlak, antara lain: 1. dari segi terjadinya, ditentukan oleh pembentuk Negara dan terjelma dalam suatu pernyataan lahir sebagai penjelmaan kehendak pembentuk Negara untuk menjadikan hal-hal tertentu sebagai dasar-dasar Negara yang dibentuknya; 2. dari segi isinya, memuat dasar-dasar pokok negara, yaitu dasar tujuan Negara baik tujuan umum maupun tujuan khusus, bentuk negara, dan dasar filsafat Negara (asas kerokhanian Negara).

Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 telah memenuhi unsur-unsur sebagai Pokok Kaidah Negara yang mendasar (Staatsfundamentalnorm). Pembukaan UUD 1945 juga memiliki hakikat kedudukan hukum yang lebih tinggi dari pada pasalpasal dalam Batang Tubuh Undang-Undang Dasar 1945. Sedangkan Batang Tubuh UUD 1945 yang merupakan penjabaran dari pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 memiliki sifat supel, artinya dapat mengikuti perkembangan jaman sehingga memungkinkan untuk dilakukan perubahan yang sesuai dengan perkembangan jaman. Dengan demikian jika kita mencermati hubungan antara Proklamasi Kemerdekaan dengan Pembukaan UUD 1945 yang merupakan hubungan suatu kesatuan bulat, serta hubungan antara Pembukaan UUD 1945 dengan Batang Tubuh UUD 1945 yang merupakan hubungan langsung, maka dapat disimpulkan bahwa Proklamasi Kemerdekaan mempunyai hubungan yang erat, tidak dapat dipisahkan dan merupakan satu kesatuan dengan Undang-Undang Dasar 1945.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Sebagaimana telah dijelaskan diatas, bahwa UUD 1945 merupakan dasar hukum dan sumber hukum. Adapun setiap produk hukum haruslah berlandaskan dan bersumber pada peraturan yang lebih tinggi dan dapat dipertanggungjawabkan ketentuan UUD. Disamping itu, UUD 1945 juga menjadi alat pemantau atau pengontrol bagi ketentuan-ketentuan hukum yang ada di bawahnya.

Berkenaan dengan makna yang terkandung dalam pembukaan UUD 1945, bahwa itu merupakan motivasi dan aspirasi perjuangan serta tekad bangsa indonesia untuk mencapai tujuan nasional. Pembukaan mengandung pokok pikiran yang merupakan cita hukum dan cita moral yang ingin ditegakkan dalam lingkungan nasional maupun dalam pergaulan dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Pembukaan UUD 1945 bila dicermati, dirumuskan sangat padat dan hikmat mengandung makna yang sangat dalam dan mempunyai nilai-nilai yang Universal dan lestari.

Jika kita mencermati hubungan antara Proklamasi Kemerdekaan dengan Pembukaan UUD 1945 yang merupakan hubungan suatu kesatuan bulat, serta hubungan antara Pembukaan UUD 1945 dengan Batang Tubuh UUD 1945 yang merupakan hubungan langsung, maka dapat disimpulkan bahwa Proklamasi Kemerdekaan mempunyai hubungan yang erat, tidak dapat dipisahkan dan merupakan satu kesatuan dengan Undang-Undang Dasar 1945.

B. Saran

Kami menyarankan agar pembahasan yang ada dalam makalah ini dijadikan oleh para mahasiswa sebagai awal atau mukadimah untuk memahami dan mengkaji lebih jauh tentang tema yang terkait. Adapun yang terpenting adalah bagaimana mahasiswa menindaklanjuti tentang pembahasan-pembahasan yang telah diuraikan dalam makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Ø Zamroni, 2001, Pendidikan untuk Demokrasi Tantangan Menuju Civil Society, Yogyakarta: BIGRAF Publishing,

Ø Azra, Azyumardi, Pendidikan Kewargaan Untuk Demokrasi di Indonesia, Makalah Seminar Nasional Pendidikan Kewargaan (Civic Education) di Perguruan Tinggi, Jakarta, 28-29 Mei 2001

Ø Tim MPK UNESA, 2009, Modul Pendidikan Pancasila, Surabaya: UNESA University Press

Ø http://organisasi.org/

Ø http://id.wikipedia.org



[1] Azyumardi Azra,Pendidikan Kewargaan Untuk Demokrasi di Indonesia, Makalah Seminar Nasional Pendidikan Kewargaan, (jakarta: 28-29 Mei 2001) hal 77

[2] Zamroni, Pendidikan untuk Demokrasi Tantangan Menuju Civil Society, (Yogyakarta: Bigraf Publishing 2001) hal 92

[3] Tim MPK UNESA, Modul Pendidikan Pancasila, (UNESA university press) hal 76.

[5] Tim MPK UNESA, Modul Pendidikan Pancasila, (UNESA university press) hal 77

Senin, 05 April 2010

ILMU KALAM


PEMIKIRAN JAMALUDDIN AL AFGANI

&

MUHAMMAD ABDUH

Makalah

“Diajukan untuk memenuhi Tugas mata kuliah"

Ilmu kalam

F:\LOGO's\IAIN SA.jpg

Disusun oleh :

Moch.Roja’I Rosan : D01209132

Yuliyanti Kurnia Dewi : D01209133

Dosen Pembimbing :

Drs.Mahjuddin.M.Ag

FAKULTAS TARBIYAH

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA

2009

KATA PENGANTAR

Gb 1

Segala puji bagi Allah SWT. Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang, yang telah meberikan rahmat dan hidayahnya kepada saya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah ini, shalawat serta salam tetap terlimpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada :

  1. Dosen pembimbing, atas segala waktu, bimbingan dan saran yang telah diberikan kepada penulis.
  2. Teman-teman yang telah membantu dalam proses pembuatan makalah ini.

Penulis juga meyakini bahwa di dalam makalah ini banyak kekurangan karena masih dalam taraf belajar, oleh karena itu penulis dengan senang hati menerima saran dan kritik yang sifatnya membangun demi kesempurnaan. Penulisan berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

Surabaya,10 Desember 2009

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………….02

DAFTAR ISI………………………………………………………………...03

BAB I : PENDAHULUAN………………………………………………..04

A: Latar Belakang…………………………………………………..04

B: Rumusan Masalah……………………………………………….04

BAB II : PEMBAHASAN…………………………………………………..05

A: Biografi …………………………………………………………..05

B: Konsep teologi……………………………………………………06

BAB III : PENUTUP……………………………………………………….10

A: Kesimpulan………………………………………………………10

B: Saran……………………………………………………………..10

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………….11

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Salah satu tokoh gerakan modernisme klasik yang berupaya meningkatkan standar moral dan intelektual umat Islam dalam rangka menjawab bahaya ekspansionisme barat adalah Jamaluddin al-Afghani (1255 – 1315 H/1839 – 1897 M). Walaupun Jamaluddin al-Afghani tidak melakukan modernisme intelektual, namun ia telah menggugah kaum muslimin untuk mengembangkan dan menyuburkan disiplin dan melakukan pembaharuan dan ia adalah seorang pemimpin pembaharuan dalam Islam yang tempat tinggal dan aktivitasnya berpindah dari satu negara Islam ke negara Islam lain.

Berbeda dengan gurunya,ciri pemikiran teologi modern salah satunya adalah rasional. Banyak tokoh Islam yang mencoba melakukan pemikiran rasional. Salah satu dari sekian banyak pemikir rasional itu adalah Muhammad Abduh. Dia adalah seorang tokoh salaf, tetapi tidak menghambakan diri pada teks-teks agama. Ia memegangi teks-teks agama tapi dalam hal ini ia juga menghargai akal. Risalah al-Tauhid adalah karya terbesarnya yang membahas tentang konsep teologinya itu.

Ia terkenal sebagai bapak peletak aliran modern dalam Islam karena kemauannya yang keras untuk melaksanakan pembaruan dalam Islam dan menempatkan Islam secara harmonis dengan tuntutan zaman modern dengan cara kembali kepada kemurnian Islam.

B. Rumusan Masalah

1. Siapakah Jamaluddin al- Afghani dan Muhammad Abduh itu?

2. Bagaimana pemikiran teologinya?

BAB II

PEMBAHASAN

A.Biografi

a.Jamaluddin al-Afghani Muhammad Abduh[1]

Jamaluddin al-Afghani, al-Sayid Muhammad bin Saftar adalah tokoh yang terkemuka, yang menjadi sentral umat Islam pada abad ke XIX. Keluarganya keturunan Husain bin Ali bin Abi Thalib, yang selanjutnya silsilahnya bertemu dengan keturunan ahli sunnah yang termasyhur Ali at-Tirmidzi. Jamaluddin al-Afghani dilahirkan di Asad Abad dekat dengan suatu distrik di Kabul Afghanistan pada tahun 1839 M. Pendidikannya sejak kecil sudah diajarkan mengaji al-Qur’an dari ayahnya sendiri, besar sedikit lagi belajar bahasa Arab dan sejarah, serta mengkaji ilmu syari’at seperti tafsir, hadits, fiqih, usul fiqh dan lain-lain. Kemudian beliau meninggal dunia di Istambul tahun 1897.

b.Muhammad Abduh[2]

Kapan dan di mana Muhammad Abduh lahir tidak diketahui secara pasti, karena ibu bapaknya adalah orang desa biasa yang tidak mementingkan tanggal dan tempat lahir anak-anaknya. Tahun 1849 M / 1265 H adalah tahun yang umum dipakai sebagai tanggal lahirnya. Ia lahir di suatu desa di Mesir Hilir, diperkirakan di Mahallat Nasr.

Bapak Muhammad Abduh bernama Abduh Hasan Khairulah, berasal dari Turki yang telah lama tinggal di Mesir. Ibunya berasal ari bangsa Arab yang silsilahnya meningkat sampai ke suku bangsa Umar ibn al-Khattab.

Muhammad Abduh di suruh belajar menulis dan membaca setelah mahir, ia diserahkan kepada satu guru untuk dilatih menghafal al-Qur'an. Hanya dalam masa dua tahun, ia dapat menghafal al-Qur'an secara keseluruhan. Kemudian, ia dikirim ke Tanta untuk belajar agama di Masjid Syekh Ahmad di tahun 1862, setelah dua tahun belajar, ia merasa tidak mengerti apa-apa karena disana menggunakan metode menghafal. Ia akhirnya lari meninggalkan pelajarannya dan pulang ke kampungnya dan berniat bekerja sebagai petani. Tahun 1865 (usia 16 tahun) iapun menikah. Baru empat puluh hari menikah, ia dipaksa untuk kembali belajar ke Tanta. Iapun pergi, tapi bukan ke Tanta. Dia bersembunyi di rumah salah seorang pamannya, Syekh Darwisy Khadr. Syekh Darwisy tahu keengganan Abduh untuk belajar, maka ia selalu membujuk pemuda itu supaya membaca buku bersama-sama. Setelah itu, Abduhpun berubah sikapnya sehingga kemudian ia pergi ke Tanta untuk meneruskan pelajarannya.

Selepas dari Tanta, ia melanjutkan studi di al-Azhar dari tahun 1869-1877 dan ia mendapat predikat “’alim”. Di sanalah ia bertemu dengan Jamaluddin al-Afghani yang kemudian menjadi muridnya yang paling setia. Dari al-Afghani yang kemudian belajar logika. Filsafat, teologi dan tasawuf.

Pengaruh pemikiran al-Afghani terhadap Abduh begitu besar, ide-ide pembaharuan yang dibawa al-Afghani banyak mempengaruhi Abduh. Bedanya, al-Afghani lebih menekankan pembaharuan di bidang politik, sedangkan Abduh dibidang pendidikan.

B.Konsep Teologi

a. Jamaluddin al-afgani

Jamaluddin al-Afghani adalah seorang muslim sejati dan seorang rasionalis dan ia menuntut kepada semua aliran untuk menjadikan akal sebagai dasar utama untuk mencapai keagungan Islam, karena akal menempati kedudukan istimewa dalam dunia Islam. Jamaluddin al-Afghani sebagai seorang yang bersemangat menjunjung tinggi kedudukan akal, mendukung aliran Mu’tazilah yang mempunyai doktrin tentang pembahasan diri dari ajaran takdir yang orang barat disebut Fatalisme.[3]

Mengenai hal ini menurut Jamaluddin al-Afghani, adapun yang dikatakan qada dan qodar yang dikatakan “predestination” dalam bahasa Inggris sebagai tujuan permulaan.

Menurut al-Jabr (fatalism), qada dan qodar adalah penyerahan diri secara mutlak tanpa usaha dan ini suatu ajaran baru (bid’ah) dalam agama yang dimasukkan dalam ajaran Islam oleh musuh Islam untuk suatu tujuan politik tertentu agar Islam hancur dari dalam.

Jamaluddin al-Afghani sebagai orang Islam mengakui bahwa kepercayaan asasi. Tidak ada kepercayaan kepada takdir adalah kehilangan salah satu tonggak dari iman. Kepercayaan inilah yang menyebabkan umat Islam jaman dahulu, nabi-nabi dan sahabatnya dan salafus shalihin dapat merebut dunia dan mengaturnya. Menurut dia, timbulnya kerusakan di kalangan muslim antara lain : dari kepercayaan al-Jabr ini dan kesalahan dalam memahami qada dan qodar, sehingga memalingkan jiwa umat dari bersungguh-sungguh dalam usaha dan umat Islam di masa silam bersifat dinamis.

b.Muhammad Abduh

Menurut Muhammad Abduh, teologi adalah ilmu yang membahas wujud Allah, sifat-sifat-Nya, dan masalah kenabian. Menurut Harun Nasution, definisi yang diberikan Abduh tersebut kurang lengkap. Alam ini adalah ciptaan Tuhan, oleh karena itu, teologi disamping hal-hal di atas juga memuat hubungan Tuhan dengan makhluk-Nya.

Kata kunci dalam pembahasan teologi adalah akal dan wahyu[4]

Bagi Muhammad Abduh, akal mempunyai daya yang kuat. Akal dapat mengetahui adanya Tuhan dan adanya kehidupan dibalik kehidupan dunia ini. Dengan akal, manusia dapat mengetahui kewajiban berterima kasih kepada Tuhan, kebaikan adalah dasar kebahagiaan dan kejahatan adalah dasar kesengsaraan di akhirat. Akan tetapi, daya akal tiap manusia itu berbeda. Perbedaan itu, tidak hanya disebabkan oleh perbedaan pendidikan, tapi juga perbedaan pembawaan alami, suatu hal yang terletak di luar kehendak manusia. Oleh karena itu, ia membagi manusia ke dalam dua golongan : khawas dan awam.

Keharusan manusia untuk menggunakan akalnya, bukan hanya merupakan ilham yang terdapat dalam dirinya, tapi juga merupakan ajaran al-Qur’an kitab suci ini, memerintahkan kita untuk berfikir dan melarang kita memakai sikap taklid.

Abduh sangat menentang taklid. Menurutnya, taklid adalah salah satu penyebab kemunduran umat Islam abad 19 dan 20. Ia amat menyesalkan sikap taklid yang mencakup tiap aspek kehidupan. Perkembangan dalam bahasa, organisasi sosial, hukum, lembaga-lembaga pendidikan, dan sebagainya menjadi terhambat.

Mengenai wahyu, menurut Abduh, dia mempunyai fungsi sebagai berikut :

a. Wahyu memberi keyakinan kepada manusia bahwa jiwanya akan terus ada setelah tubuh mati. Wahyu menolong akal untuk mengetahui akhirat dan keadaan hidup manusia di sana,

b. Wahyu menolong akal dalam mengatur masyarakat atas dasar prinsip-prinsip umum yang dibawanya sebagai sumber ketenteraman hidup dalam masyarakat,

c. Wahyu menolong akal agar dapat mengetahui cara beribadah, dan berterimakasih pada Allah,

d. Wahyu mempunyai fungsi konfirmasi untuk menggunakan pendapat akal melalui sifat kesucian dan kemutlakan yang terdapat dalam wahyu yang bisa membuat orang manfaat.

Secara garis besar, sistem pemikiran teologi Abduh, wahyu mempunyai “dwi fungsi”, yaitu memberi konfirmasi dan informasi, sehingga baginya wahyu itu sangat diperlukan untuk menyempurnakan pengetahuan yang diperoleh melalui akal.

Akal dan wahyu mempunyai hubungan yang sangat erat, karena akal memerlukan wahyu, tapi wahyu itu tidak mungkin berlawanan dengan akal. Jika nampak pada lahirnya wahyu itu berlawanan dengan akal, maka Muhammad Abduh memberi kebebasan pada akal untuk memberi interpretasi agar wahyu itu sesuai dengan pendapat akal dan tidak berlawanan dengan akal. Dengan demikian, hubungan antara wahyu dan akal dapat terjalin harmonis.

BAB III

PENUTUP

A,KESIMPULAN

Sepanjang hidupnya –Jamaluddin al-Afghani– telah diabadikan mengembangkan cita-cita dan perjuangannya serta ajarannya bagi kepentingan umat Islam, khususnya dan negeri-negeri yang sedang terjajah pada umumnya.

Program politik adalah menggerakkan Pan Islamisme yaitu dengan tujuan tercapainya kesejahteraan umat Islam di bawah pimpinan seorang khalifah.

Muhammad Abduh memberi penghargaan yang tinggi pada kekuatan akal. Meski begitu, ia tetap memandang penting fungsi wahyu bagi akal.

Konsep teologi yang demikian itu berakibat pada keyakinannya bahwa manusia itu mempunyai kebebasan berfikir dan berbuat. Salah satu buktinya, dia menentang keras terhadap taklid.

Ia mempunyai ide-ide brilian dibidang pendidikan. Ia menginginkan adanya perubahan iklim pendidikan demi kemajuan umat Islam. Usaha kerasnya untuk merealisasikan idenya itu, tak jarang menemui tantangan dari umat Islam sendiri.

B.SARAN

Dari makalah ini, kami yakin banyak sekali kekurangan yang perlu disempurnakan untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat kami tunggu untuk kesempurnaan makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Bakir Yusuf Barmawi, Sistem Pemikiran Teologi Muhammad Abduh, Makalah, t.k, tp., t.th.

Harun Nasution, Muhammad Abduh dan teologi Rasional Mu’tazilah, cet.1, Jakarta : UI Press, 1987.

_____________, Pembaharuan dalam Islam, cet. 5, Jakarta : Bulan Bintang, 1987.

Ibrahim Madkour, Aliran dan teori Filsafat Islam, cet.1, Jakarta : Bumi Aksara, 1995.

John J. Donohue dan John L. Esposito (penyunting), Islam Pembaharuan dan Ensiklopedi Masalah-Masalah, cet.3, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1993.

Ibrahim Madkour, Aliran dan teori Filsafat Islam, cet.1, Jakarta : Bumi Aksara, 1995, hlm. 79

John J. Donohue dan John L. Esposito (penyunting), Islam Pembaharuan dan Ensiklopedi Masalah-Masalah, cet.3, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1993, hlm. 30

Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam, cet. 5, Jakarta : Bulan Bintang, 1987, hlm. 58


[1].Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam, cet. 5, Jakarta : Bulan Bintang, 1987, hlm. 58

[2] . Bakir Yusuf Barmawi, Sistem Pemikiran Teologi Muhammad Abduh, Makalah, t.k, tp., t.th.

[3] Harun Nasution, Muhammad Abduh dan teologi Rasional Mu’tazilah, cet.1, Jakarta : UI Press, 1987.

[4] Ibrahim Madkour, Aliran dan teori Filsafat Islam, cet.1, Jakarta : Bumi Aksara, 1995, hlm. 79